

Ketua GNPK RI Jabar: Posisi Sekda Bakal Digeser, Rotasi Eselon II Konflik Kepentingan?
MEDIAANDALAS.NET, KAB. CIREBON – Penurunan jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) oleh Bupati, dalam konteks aturan kepegawaian di Indonesia, tidak selalu melanggar aturan. Namun, perlu dilihat konteks dan dasar hukumnya.
“Jika penurunan jabatan tersebut merupakan bagian dari evaluasi kinerja ASN dan bukan hukuman, maka mungkin tidak melanggar aturan. Namun, jika penurunan jabatan tersebut merupakan bentuk hukuman tanpa proses yang benar, maka bisa jadi melanggar aturan kepegawaian.” Demikian Komentar Nana Supriatna Hadiwinata, Ketua GNPK-RI Provinsi Jawa Barat menyikapi rotasi esalon II dan rencana pergeseran posisi Sekda Kab. Cirebon. Selasa (15/07/25).
Lanjut Ketua GNPK-RI Jabar, “Perihal posisi Sekda Hilmy Riva’i disebut akan digeser, dari informasi yang beredar luas di kalangan internal birokrasi bila benar terjadi, ini menjadi momen penting dalam transisi arah pemerintahan di Kabupaten Cirebon. Apalagi, jabatan Sekda memiliki peran sentral dalam mengoordinasikan perangkat daerah sekaligus mengawal implementasi kebijakan bupati.” Terang Nana
Nana Supriatna Hadiwinata mengingatkan Imron selaku Bupati Cirebon bahwa “Pergeseran jabatan ASN, termasuk Sekda, harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, serta peraturan pemerintah dan peraturan kepala daerah yang terkait.”
“Pergeseran jabatan tidak boleh dianggap sebagai hukuman, kecuali ada proses penjatuhan hukuman disiplin yang sesuai dengan aturan yang berlaku. Jika pergeseran tersebut murni karena evaluasi kinerja dan bukan hukuman, maka tidak melanggar aturan.” Ungkap Nana Supriatna Hadiwinata.

“Kami dari Pimpinan Wilayah GNPK-RI Jabar akan memantau terus apabila terjadi rotasi dan penurunan jabatan Sekda oleh Bupati Imron, bila terbukti melanggar aturan dan tidak didasarkan pada evaluasi kinerja yang jelas dan proses yang sesuai dengan aturan kepegawaian maka kami akan berkordinasi dengan Pihak KPK guna dilaksanakannya Supervisi.” Tegas Nana Supriatna.
Nana Supriatna Hadiwinata menekankan kepada Bupati Imron agar berhati-hati dalam melaksanakan rotasi esalon II, termasuk pergersan posisi Sekda jangan sampai melanggar UU Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan PP Nomor 11/2017 mengatur tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS). Peraturan ini mencakup berbagai aspek pengelolaan PNS, mulai dari pengadaan hingga pemberhentian Pejabat Tinggi Pratama serta hak dan kewajiban PNS.
“Bupati memang memiliki hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan Sekda, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun prosedur pengangkatan dan pemberhentian Sekda dilakukan dengan mempertimbangkan usulan dari Sekretaris Daerah dan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.” Cetus Abah Nana sapaan akrab Ketua GNPK-RI Jabar.
Abah Nana mengingatkan Bupati Imron, selain Peraturan Bupati, proses penggantian Sekda juga harus tunduk pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, seperti Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan peraturan terkait kepegawaian lainnya.
Dengan demikian, penggantian Sekda di Kabupaten Cirebon harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Peraturan Bupati tentang Sekretariat Daerah.
Rotasi kali ini bukan sekadar pergantian nama dan jabatan, tetapi menjadi pertaruhan arah baru pemerintahan. Bagaimana konsistensi visi pembangunan bisa terjaga di tengah dinamika ini, menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi Bupati dan jajarannya.
Namun menariknya, tidak semua posisi akan langsung terisi. Tiga jabatan krusial yakni Kepala Dinas PUPR, DPKPP, dan Bapenda dikabarkan akan dibiarkan kosong untuk sementara dan akan dilelang secara terbuka. Kondisi ini menyiratkan upaya Pemkab untuk membuka ruang seleksi berdasarkan kompetensi terbuka, bukan hanya berdasarkan rotasi internal.
Yang menjadi pertanyaan tajam, ke mana Hilmy Riva’i akan ditempatkan jika memang benar posisinya sebagai Sekda digeser? Secara historis, beberapa mantan Sekda sebelumnya diketahui “berlabuh” ke posisi Kepala Bapenda, namun kini justru jabatan itu dikabarkan akan dikosongkan.

Sebagai cacatan bahwa penurunan jabatan Sekda esalon II.a menjadi Kepala Dinas Esalon II.b bisa dianggap sebagai demosi (penurunan jabatan), yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Demosi harus dilakukan dengan dasar yang kuat dan sesuai dengan prosedur.
Jika penurunan jabatan dilakukan tanpa dasar yang jelas, melanggar prosedur, atau dianggap sebagai hukuman, maka bisa dianggap melanggar hukum.
Jika Sekda diturunkan menjadi Kepala Dinas karena alasan politis atau tanpa alasan yang jelas, maka bisa dianggap melanggar hukum.
Jika Sekda diturunkan menjadi Kepala Dinas tanpa melalui mekanisme Baperjakat, maka bisa dianggap melanggar hukum.
Penurunan jabatan Sekda menjadi Kepala Dinas tidak selalu melanggar hukum, tetapi harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika tidak sesuai dengan aturan, maka bisa dianggap melanggar hukum.
“Oleh karena itu Bupati Imron seyogianya dalam mengisi Jabatan jangan mengedepankan Suka atau tidak suka menurut pribadi, namun harus mengedepankan penilaian kinerja positifnya, dan yang lebih berbahaya bila benar akan ada beberapa Jabatan Kepala Dinas yang dikosongkan, ini berkesan adanya dugaan kuat adanya jual beli jabatan.” Ujar Nana.
“Kami GNPK RI Jabar berkewajiban untuk memberikan kontribusi kepada Pemerintah berupa pengawasan masyarakat terhadap kinerja positif Penyelenggara negara dan pelaku pembangunan lainnya termasuk TNI dan Polri.” Tegas Ketua GNPK-RI Jabar.
Diakhir pandangan nya Nana Supriatna Hadiwinata akan terus memantau proses rotasi di Pemkab Cirebon, bila dalam telaahan dan fakta berdasarkan informasi dan hasil investigasi ditemukan dugaan jual beli jabatan dan politisasi, maka GNPK-RI Jabar akan segera berkordinasi dengan KPK untuk melakukan upaya hukum pelaporan secara resmi. [Eka]
