

Macet Bertahun-tahun, Rp3,6 Miliar Dana Bergulir Program Revolving Sapi di Tubaba Belum Tertagih
MEDIAANDALAS.NET, TUBABA – Program dana bergulir untuk pengembangan dan penggemukan sapi potong yang diluncurkan Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) pada tahun 2013–2014 kini menjadi sorotan setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Lampung menemukan adanya tunggakan pengembalian dana senilai total Rp3,6 miliar hingga akhir 2024.
Program yang dikenal sebagai Program Revolving Sapi tersebut menggelontorkan dana senilai total Rp7 miliar kepada 10 kelompok tani di wilayah Tubaba. Dana pinjaman tanpa bunga ini diberikan dengan skema pengembalian selama tiga tahun, dan seharusnya telah dilunasi oleh para penerima manfaat pada periode 2018–2019.
Namun, berdasarkan hasil audit BPK, hingga tahun 2025 masih terdapat sembilan dari sepuluh kelompok tani yang belum memenuhi kewajiban pengembalian dana, dengan nilai tunggakan bervariasi. Bahkan, terdapat kelompok yang menunggak hingga lebih dari 90 persen dari nilai pinjaman awal.
Rincian tunggakan per kelompok tani hingga akhir 2024 sebagai berikut:
Kelompok Tani Gembala Makmur (Daya Murni): Rp627 juta
Kelompok Tani Makmur Berseri (Tulang Bawang Udik): Rp520 juta
Kelompok Tani Mahesa Kencana (Tulang Bawang Tengah): Rp510 juta
Kelompok Tani Sumber Rezeki II (Tulang Bawang Tengah): Rp374,7 juta
Kelompok Tani Sumber Rezeki (Tumijajar): Rp525 juta
Kelompok Tani Tunas Remaja (Tulang Bawang Tengah): Rp37,3 juta
Kelompok Tani Jaya Tani (Pagar Dewa): Rp255 juta
Kelompok Tani Tani Harapan (Tulang Bawang Tengah): Rp645 juta
Kelompok Tani Ngudi Makmur (Tulang Bawang Tengah): Rp183,1 juta
Satu-satunya kelompok tani yang telah melunasi pinjaman adalah Kelompok Tani Sido Dadi di Tiyuh Mulyo Jadi, Kecamatan Gunung Terang.
Temuan BPK dan Kegagalan Monitoring
Temuan ini tertuang dalam laporan hasil audit BPK yang mengacu pada Peraturan Bupati Tubaba Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengelolaan Pengembangan dan Penggemukan Sapi Potong. Pasal 23 ayat (2) peraturan tersebut menyatakan bahwa penerima program yang menyalahgunakan kewenangan dan menyebabkan kerugian daerah dapat dikenai sanksi administratif maupun pidana.
Menurut dokumen hasil wawancara BPK dengan pejabat Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Tubaba, dana yang diterima oleh kelompok tani digunakan untuk membeli sapi. Namun, saat ini seluruh kelompok penerima diketahui tidak lagi menjalankan kegiatan penggemukan sapi. Aktivitas setoran bagi hasil yang seharusnya disetor ke kas daerah sebesar 30 persen dari laba usaha terakhir tercatat hanya berlangsung hingga 2017.
Lebih lanjut, proses pembinaan dan pengawasan yang semula menjadi tugas tim teknis Dinas Pertanian dilaporkan tidak lagi berjalan sejak 2020. Fungsi tersebut kemudian dialihkan ke Bidang Pembibitan dan Produksi Ternak, namun belum menunjukkan hasil yang signifikan dalam penagihan maupun pembinaan lanjutan.
Upaya Penagihan dan Hambatan
Upaya penagihan terhadap kelompok tani yang menunggak sempat dilakukan secara persuasif dan kekeluargaan. Bahkan, tiga kelompok tani telah menawarkan penjualan agunan berupa sertifikat tanah sebagai bentuk pengembalian dana. Namun, penawaran ini belum dapat ditindaklanjuti karena belum dilengkapi dengan surat kuasa jual atau hak tanggungan.
Hingga 2022, hanya satu kelompok tani yang tercatat melakukan pengembalian pokok dana ke kas daerah, dengan nilai sebesar Rp457.665.000. Tidak terdapat data lanjutan mengenai langkah konkret yang telah diambil oleh dinas terkait untuk menyelesaikan tunggakan yang ada.
Kondisi ini bertentangan dengan Perbup Nomor 37 Tahun 2017 yang menegaskan bahwa tanggung jawab pembinaan dan pengawasan program berada di bawah Dinas Peternakan melalui tim teknis. Peraturan tersebut juga mengatur sanksi tegas terhadap kelompok tani yang tidak memenuhi kewajiban pengembalian dana.
Tanggung Jawab Bersama
Mengacu pada Keputusan Bupati Tubaba Nomor: B/11/7/II.22/HK/TUBABA/2017 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penggemukan Sapi Potong, apabila terjadi kerugian berdasarkan audit akuntan publik, maka tanggung jawab atas kerugian tersebut menjadi tanggungan bersama antara pemerintah daerah dan kelompok penerima.
Namun demikian, hingga saat ini belum terlihat adanya skema penyelesaian yang jelas, baik dalam bentuk penegakan sanksi administratif maupun langkah hukum terhadap kelompok yang gagal melunasi pinjaman.
Macetnya pengembalian dana dalam program ini tidak hanya berpotensi merugikan keuangan daerah, tetapi juga mencoreng tujuan awal program untuk meningkatkan ekonomi peternak lokal. Pemerintah daerah diharapkan segera mengambil tindakan tegas agar perputaran dana bergulir dapat kembali berjalan sebagaimana mestinya.
