

WTP ke-14 untuk Tubaba, Tapi Rp3,6 Miliar Dana Rakyat Masih Menguap: GNPK-RI Desak Pengusutan Tuntas
MEDIAANDALAS.NET, TUBABA – Di tengah sorak-sorai perayaan keberhasilan Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) ke-14 secara berturut-turut, muncul fakta mencengangkan yang menampar logika publik: dana bergulir senilai Rp3,6 miliar dari Program Revolving Sapi justru macet dan belum tertagih sejak hampir satu dekade.
Program yang semula didengungkan sebagai upaya pemberdayaan peternak lokal itu kini berubah menjadi luka fiskal yang belum sembuh. Dana yang digelontorkan kepada 10 kelompok tani pada 2013–2014 seharusnya dikembalikan paling lambat pada 2018–2019. Namun hingga akhir 2024, hanya satu kelompok tani yang berhasil melunasi. Sembilan kelompok lainnya masih menunggak dengan nilai fantastis, bahkan ada yang belum mengembalikan lebih dari 90 persen dari total pinjaman.
“WTP, Tapi Rakyat Dirugikan”
Situasi ini langsung menuai respons keras dari Ketua Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi Republik Indonesia (GNPK-RI), Nana Supriatna Hadiwinata. Jumat (8/08/2025).
“Pemerintah Kabupaten Tubaba boleh saja merayakan opini WTP ke-14 mereka. Tapi jangan lupakan: WTP bukan jaminan bersih dari masalah. Kalau ada dana bergulir Rp3,6 miliar yang raib tanpa kepastian pengembalian, itu bukan sekadar kelalaian — itu alarm kebocoran anggaran,” tegas Nana dengan nada prihatin.
Nana menyebut apa yang terjadi di Tubaba sebagai kontras tajam antara administrasi dan realitas lapangan. Menurutnya, masyarakat berhak tahu bahwa di balik rapinya laporan keuangan, tersembunyi program bermasalah yang nyaris tenggelam dalam diam.
“WTP seharusnya bukan topeng yang menutupi borok tata kelola keuangan. Apakah layak kita bicara transparansi jika dana rakyat tidak jelas ujung pangkalnya?” lanjutnya.
Mandeknya Penagihan dan Diamnya Aparat
Dalam temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, disebutkan bahwa tidak hanya pengembalian dana yang gagal dilakukan, tapi monitoring dan pengawasan program pun telah lumpuh sejak 2020. Bahkan, tiga kelompok tani sempat menawarkan agunan berupa sertifikat tanah, namun hingga kini tidak ada tindakan dari dinas terkait.
Lebih ironis, dana ini awalnya dirancang untuk berputar dan memberi dampak ekonomi jangka panjang. Kini, kelompok tani penerima bantuan disebut sudah tak lagi menjalankan usaha penggemukan sapi.
“Ini bukan lagi soal ketertiban administrasi. Ini soal keberanian pemerintah dalam menegakkan tanggung jawab terhadap uang rakyat,” ujar Nana.
GNPK-RI Desak Langkah Hukum
GNPK-RI mendesak Pemkab Tubaba, Inspektorat Daerah, dan aparat penegak hukum segera melakukan langkah tegas. Nana bahkan mendorong dilakukan audit investigatif independen dan jika perlu, proses hukum terhadap pihak-pihak yang dengan sengaja membiarkan kerugian daerah ini terus membesar.
“Apabila ada unsur kelalaian, atau bahkan kesengajaan dalam pembiaran ini, maka tidak cukup lagi dengan teguran atau pendekatan kekeluargaan. Harus ada penegakan hukum,” tandasnya.
Nana juga menyampaikan, GNPK-RI akan membawa persoalan ini ke tingkat pusat dan mengawasi langsung perkembangan penyelesaian tunggakan tersebut, demi menjamin tidak ada pembiaran yang berujung pada pembusukan keuangan daerah secara sistemik.
WTP ke-14 tentu menjadi kebanggaan. Tapi di balik itu, masyarakat menunggu jawaban atas satu pertanyaan penting: Di mana tanggung jawab negara atas Rp3,6 miliar uang rakyat yang menguap tanpa arah?
